Landasan Ketiga Ma'rifatu Nabiyyikum Muhammad - Hukum Hijrah
kalau satu diantara 2 syarat melakukan hijrah tidak ada, maka berubah hukumnya menjadii mustahab, misalnya dia tinggal di negeri kafir, negeri syirik, tapi dia masih bisa menampakkan syiar agamanya. disana ada beberapa masjid yang besar. orang islam melakukan sholat disana, tidak dilarang. adzan meskipun tidak dilarang tapi tidak diperbolehkan untuk dikeraskan; meskipun dia punya kemampuan untuk hijrah, tapi kalau di daerah tersebut dia masih bisa menampakkan syiar agamanya, maka belum wajib bagi dia untuk melakukan hijrah, tapi dianjurkan untuk melakukan hijrah.
atau yang kedua: tidak bisa menampakkan syiar agamanya, tidak memiliki kemampuan untuk hijrah; mustahab kalau masih bisa menampakkan agamanya. tapi kalau dia tidak bisa menampakkan syiar agamanya, dan diwaktu yang sama dia tidak memiliki kemampuan untuk hijrah. mungkin karena dia lemah, sakit fisiknya, atau tidak memiliki pengetahuan jalan menuju tempat hijrahnya, maka dalam keadaan demikian dia mendapatkan udzur. gugur kewajiban dia untuk melakukan hijrah. ma’fuwun (dimaafkan) dan ma’dzurun (mendapatkan udzur).
jadi hukumnya bisa wajib, bisa mustahab, dan bisa tidak diwajibkan dan tidak dimustahabkan jika tidak memiliki kemampuan untuk hijrah. artinya jika masih berada disana, maka tidak berdosa
beliau ingin menyampaikan tentang satu diantara hukumnya, yaitu faridhoh (wajib atas umat ini), dari negeri yang syirk (sebagian besar penduduknya orang-orang musyrikin, meskipun pemimpinnya seorang muslim misalnya) ke negeri yang islam
kalau sebagian besar penduduknya adalah musyrikin maka dinamakan baladu as syirk / baladu kufur (negeri yang syirik)
raja najasi yang masuk islam beriman dengan rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka etiopia, meskipun rajanya adalah orang yang beriman, tapi dia tidak dinamakan baladu islam; tapi baladu kufur atau baladu syirk.
negeri yang islam, yaitu sebagian penduduknya adalah muslimin, melakukan syiar-syiar islam.
dan kewajiban hijrah dengan keadaan seperti ini, dengan 2 syarat ini, maka dia terus disyaratkan baik hukumnya wajib maupun mustahab, sampai as sa’ah (hari kiamat)
dan beliau mendatangkan dalil yang berkaitan dengan masalah yang pertama tentang hukum hijrah, bahwa dalam satu keadaan hukumnya bisa wajib.
dan juga dalil tentang bahwasanya hijrah ini akan terus ada sampai datangnya hari kiamat. jadi bukan kewajiban yang dilakukan oleh nabi dan juga para sahabat, setelah itu tidak ada kewajiban hijrah, tidak. selama disana ada sebab yang mengharuskan untuk hijrah, maka disyariatkan untuk hijrah. terkadang sampai derajat wajib, dan terkadang derajat mustahab
maksud as sa’ah ini adalah qabla sa’ah, yaitu waktu menjelang terjadinya as sa’ah (tiupan sangkakala yang pertama)